@ll About My Cre@ated
Manusia sepatutnya menjaga kebiasaan amal baiknya, diantaranya firman Allah. “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali” . Maknanya adalah : “Janganlah kalian seperti wanita pemintal yang memintal kain wol, lalu tatkala ia sudah memintal dan membaguskannya ia robek-robek dan menguraikannya, (janganlah seperti ini) tetapi hendaknya kalian tetap dan kontinyu terhadap apa yang telah kalian lakukan.
Add Comment at
fachryie_afifah@yahoo.co.id
Aku berlindung dari apa-apa yang menyesatkan dari sesuatu hal baik di dunia dan di akherat. Allhamdulillahi Rabbil’alamin, wa syukru a’la nikmatillah atas semua limpahan cinta kasih, sayang, rahmat, karunia dan semua yang Engkau limpahkan pada hamba-Mu yang hina ini, Yaa Allah. Dan kau pastikan bahwa diriku hanya mencintaiMu, serta tak ada sekutu bagiMu dari suatu zat apapun di dunia, dan di akherat. Hanya Engkaulah yaa Allah yang telah menjaga, membimbing, merawat, mencintai dan menyayangiku, dan aku tak pernah ragu untuk selalu dan senantiasa mencintaiMu.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah pada Baginda Nabi Besar, Nabiyullah yang selalu mencintai umatnya sampai akhir zaman. Beliaulah nabi sekaligus kekasih Allah, Muhammad , rasanya ingin diriku untuk melihat seberkas diri dan wajah engkau yaa Rasulullah. Jika saat engkau masih berjuang di bumi sebelah timur sana untuk tegakkan agama dan kalimatullah, aku hidup, maka aku akan ikut serta denganmu untuk berjuang meraih Ridha dari Rabbul ‘alamin. Yaa Allah aku di bumiMu hanya mengharap Ridha dan kasih sayang serta Cinta dari Sang Pencipta alam semesta pada diriku, dan sekali lagi aku pastikan bahwa ku dapat lebih, dan lebih mencintaiMu. Aku disini, ditempatMu, di bumiMu, dialah yang aku pastikan akan menjadi pendampingku, yang selalu setia menemaniku sepanjang hayat, dan di akherat sana.
Puji syukur padaMu yaa Rabbi atas hadirnya hambaMu yang kelak dampingiku, aku menyayanginya seperti aku menyayangi orang-orang yang aku cintai hanya karena cinta kasih kepadaMu yaa Rabbana, dan takkan pernah ada satu zatpun yang mempengaruhiaku dalam menyayanginya kecuali Engkau yaa Rabbana.dia yang teramat baik bagiku, aku menyayanginya karena Allah, dan tertata sikap dan hijabnya selayaknya muslimah. Bukan seperti wanita-wanita yang dahulu yang pernah ku kenal, yang tak perduli dengan hal-hal yang dikaruniai oleh Engkau, bahkan yang tak pernah perduli dengan betapa berartinya sebuah rasa cinta yang tulus dan suci hanya karena mengharap Keridhoan-Mu.
Assalamu'alaikum...
Thank's your attention to seem my blog!
Aktivitasku keseharian adalah kuliah pada sebuah universitas di jakarta, tepatnya pada Universitas Negeri Jakarta, terhitung dari sejak senin hingga jumat. Kemuadian sepulangnya aku dari kuliah, biasa aku mengajar ngaji di TPA Nurul Falah, kemudian Muraja'ah sedikit hafalanku dirumah, kemudian istirahat deh.
Tapi aku ingin memulai kembali pekerjaanku untuk merancang program di bimbingan belajar yang aku rintis dengan teman-temanku yang kuliah di UNJ juga...
Tapi terkadang kalau aku lagi libur kuliah, bisa seharian lho depan komputer, makanya aku pke kacamata begini...
My Competencies:
- Merancang Program Bimbingan belajar
- Mendesain program
- Komputer, dll... deh
Kata "nasehat" berasal dari bahasa arab, dari kata kerja "Nashaha" yang berarti "khalasha", yaitu murni serta bersih dari segala kotoran, juga bisa berarti "Khaatha", yaitu menjahit.
Imam Khaththabi rahimahullah menjelaskan arti kata "nashaha" sebagaimana dinukil oleh Imam Nawawi rahimahullah, "Dikatakan bahwa "nashaha" diambil dari "nashahtu al-'asla", apabila saya menyaring madu agar terpisah dari lilinnya sehingga menjadi murni dan bersih, mereka mengumpamakan pemilihan kata-kata agar tidak berbuat kesalahan dengan penyaringan madu agar tidak bercampur dengan lilinnya.
Dan dikatakan kata "nasehat" berasal dari "nashaha ar-rajulu tsaubahu" (orang itu menjahit pakaiannya), apabila dia menjahitnya, maka mereka mengumpamakan perbuatan penasehat yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasehatinya dengan jalan memperbaiki pakaiannya yang robek." Arti ucapan beliau shalallahu 'alaihi wasallam "Dien itu adalah nasehat" adalah bahwa nasehat itu merupakan tiang serta tonggak dari dien ini
"Sebagian ahli ilmu berkata: Penjelasan arti nasehat secara lengkap adalah perhatian hati terhadap yang dinasehati siapa pun dia, dan nasehat tersebut hukumnya ada dua, yang pertama wajib dan yang kedua sunnah. Maka nasehat yang wajib kepada Allah, yaitu perhatian yang sangat dari penasehat dengan cara mengikuti apa-apa yang Allah cintai, berupa pelaksanaan kewajiban dan dengan menjauhi apa-apa yang Allah haramkan. Sedangkan nasehat yang sunnah adalah dengan mendahulukan perbuatan yang dicintai Allah dari pada perbuatan yang dicintai oleh dirinya sendiri, yang demikian itu dalam dua perkara yang berbenturan. Yang pertama untuk kepentingan dirinya sendiri dan yang lain untuk Rabbnya, maka dia memulai mengerjakan sesuatu untuk Rabbnya terlebih dahulu dan mengakhirkan apa-apa yang untuk dirinya sendiri, maka ini adalah penjelasan nasehat kepada Allah secara global, baik yang wajib maupun yang sunnah. Adapun perinciannya akan kami sebutkan sebagiannya agar bisa dipahami dengan lebih jelas. Maka nasehat yang wajib kepada Allah adalah menjauhi laranganNya, dan melaksanakan perintahNya dengan seluruh anggota badannya apa-apa yang mampu ia lakukan, apabila ia tidak mampu melaksanakan kewajibannya karena suatu alasan tertentu seperti sakit atau terhalang dengan sesuatu atau sebab-sebab lainnya, maka ia tetap berniat dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan kewajiban tersebut apabila penghalang tadi telah hilang.
Allah Subhana wa Ta'ala berfirman.
"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka menasehati kepada Allah dan RasulNya (cinta kepada Allah dan RasulNya). Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [At-Taubah : 91]
Maka Allah menamakan mereka sebagai "Al-Muhsinin" (orang-orang yang berbuat baik) karena perbuatan mereka, berupa nasehat kepada Allah dengan hati-hati mereka yang ikhlas, ketika mereka terhalangi untuk berjihad dengan jiwa raganya, dan dalam kondisi tertentu mungkin bagi seorang hamba dibolehkan meninggalkan amalan-amalan, tetapi tidak dibolehkan meninggalkan nasehat kepada Allah, seperti orang yang sakit yang tidak bisa menggerakkan badannya dan tidak dapat berbicara, tetapi akalnya masih sehat, maka belum hilang kewajiban nasehat kepada Allah dengan hatinya, disertai dengan penyesalan akan dosa-dosanya, dan berniat dengan sungguh-sungguh apabila sehat untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepadanya, dan meninggalkan apa-apa yang Allah larang untuk mengerjakannya, kalau tidak (yaitu tidak ada amalan hati, berupa cinta, takut, dan harap kepada Allah dan niat untuk melaksanakan kewajiban dan meninggalkan laranganNya), maka ia tidak disebut telah menasehati kepada Allah dengan hatinya. Dan termasuk nasehat kepada Allah adalah taat kepada Rasul Nya shalallahu 'alaihi wasallam dalam hal yang beliau wajibkan kepada manusia berdasarkan perintah Rabbnya, dan termasuk nasehat yang wajib kepada Allah adalah dengan membenci dan tidak ridha terhadap maksiat orang yang berbuat maksiat dan cinta kepada ketaatan orang yang taat kepada Allah dan RasulNya.
Sedangkan nasehat yang sunnah, bukan yang wajib, adalah dengan berjuang sekuat tenaga untuk lebih mengutamakan Allah dari setiap yang ia cintai dalam hati dan seluruh anggota badan sampai-sampai dari dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dari orang lain. Karena seorang penasehat apabila bersunggguh-sungguh kepada siapa yang dicintainya, dia tidak akan mementingkan dirinya, bahkan berupaya keras melakukan hal-hal yang membuat senang dan cinta siapa yang
dicintainya, maka begitu pula penasehat kepada Allah, dan barangsiapa yang melakukan ibadah nafilah untuk Allah tanpa dibarengi dengan kerja keras, maka dia adalah penasehat berdasarkan tingkatan amalnya, tetapi tidak melaksanakan nasehat dengan sebenarnya secara sempurna."
Segala puji bagi Allah, kami bertahmid dan memohon ampunan kepadaNya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan perbuatan keji diri kami. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan selain Allah sendiri tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusanNya.
Makna Syahadatain: ﻻﻣﻌﺒﺪ ﺒﺎﻫﻕﺍﻻﺍﷲ
Tiada Tuhan yang di sembah dengan benar dan di ibadahi Kecuali Allah.
Dalil: Surat Al-Hajj 62
ﺬﻟﻚﺒﺎﻦﺍﷲﻫﻭﺍﺤﻖﻭﺍﻦﻤﺎﻴﺪﻋﻮﻦﻤﻦﺪﻭﻧﻪﻫﻮﺍﻠﺢﺎﻃﻞﻮﺍﻦﺍﷲﻫﻮﺍﻠﻌﻟﻲﺍﻠﻜﺑﻴﺮ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (Tuhan) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar.
Rukun ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲ
An-Nafi : Menafikan Bahwa Tiada Tuhan Selain Allah
Al-Itsbat : Menetapkan ibadah hanya kepada Allah Tiada sekutuNya
Keutamaan ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲ
1.Merupakan nikmat yang paling besar/agung kepada hamba-hambaNya (An-Nahl:2)
2.Tali yang amat kokoh
Syarat ﻻﺍﻠﻪﺍﻻﺍﷲ
1.Al-Ilmu al Munafili Al-Jahl (Q S Muhammad:19)
2.Al-Yakin al Munafili Syak (Q S Al-Hujarat:15)
3.Al-Ikhlas al Munafili Syirik (Q S Al-Bayyinah:5)
4.Al-Sidqu al Munafili Katzib (Q S Al-Ankabut)
5.Al-Mahabah al Munafili Bught (Q S Al-Baqoroh:165)
6.Al-Inqiyad al Munafili Syirik (Q S Az-Zumar:54)
7.Al-Qabul al Munafili Ra’d (Q S Ash-Shofaat:35-36)
Makna ﺍﺷﻬﺩﺍﻦﻤﺣﻤﺩﺮﺴﻭﺍﷲ
Harus membenarkan dari hati kita bahwa beliau adalah hamba Allah yang diutus kepada manusia dan jin sebagai Rasul utusanNya.
Rukun ﺍﺷﻬﺩﺍﻦﻤﺣﻤﺩﺮﺴﻭﺍﷲ
*Ifrad (hamba) tidak boleh memohon kepada Rasul, bukan sebagai yang di sembah
*Tafrid (Rasul) Melalaikan haq sebagai Rasul
Syarat ﺍﺷﻬﺩﺍﻦﻤﺣﻤﺩﺮﺴﻭﺍﷲ (Al-Araf:188,Al-An’am:50,An-Nisa:80)
1.Mentaati apa yang beliau perintahkan
2.Membenarkan apa yang beliau perintahkan
3.Menjauhkan apa yang beliau larang
4.Tidak boleh menurut nafsu kecuali apa-apa yang di syariatkan
Referensi buku: Syeikh Dr Al-Qothoni (Al-Urwatul Wutsqo)
Wallahu a’lam
Abul ‘Aliyyah
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memujiNya dan kami memohon pertongan kepadaNya dan kami memohon ampunan kepadaNya. Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri-diri kami dan keburukan amal-amal kami. Barang siapa yang Allah berikan hidayah kepadanya maka tidak ada satupun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tidak ada satupun yang dapat memberikan hidayah kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhaq di ibadati dengan benar melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan RasulNya.
Ammaa ba’du!
Risalah yang kecil ini mencoba menjelaskan salah satu aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang telah hilang dari dada sebagian dari dada sebagian kaum muslimin. Yaitu tentang istiwa (persemayaman) Allah diatas ‘Arsy-Nya yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya. Sehingga jika kita bertanya kepada sebagian saudara kita tentang “Dimana Allah?” niscaya kita akan mendapati dua jawaban yang bathil dan kufur, yang pertama: Allah ada di dalam diri (hati) kita!? Yang kedua: Allah berada dimana-mana atau di segala tempat!?. Jawaban yang pertama adalah jawaban yang bathil yang datangnya dari kaum Wihdatul Wujud yang telah dikafirkan oleh para ulama kita yang dahulu dan sekarang. Sedangkan jawaban yang kedua adalah jawaban yang kufur, yang datangnya dari kaum Jahmiyah dan Mu’tazilah dan mereka yang sefaham dengan keduanya dari kaum Ahlu Bid’ah.
Mudah-mudahan risalah yang kecil ini dapat memberikan jawaban dan penjelasan yang benar tentang Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Insya Allah
Adapun hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kepada seorang budak perempuan kepunyaan Mu’awiyah bin Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum dia di merdekakan oleh tuannya:
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa salam bertanya kepada budak perempuan itu, “Dimana Allah?”. Jawab budak perempuan, “Di atas langit”, lalu kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah aku?”. Jawab budak perempuan, “Engkau adalah Rasulullah”. Beliau bersabda “Merdekakanlah dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan yang beriman).”
Hadist Shahih. Di keluarkan oleh jama’ah ahli hadist diantaranya:
1.Imam Malik (Tanwirul Hawaalik Syarah Muwaththa juz 3 hal 5-6 oleh Imam As-Suyuthi)
2.Imam Muslim juz 2 hal 70-71
3.Imam Abu Dawud (no 930-931)
4.Imam Nasa’I juz 3 hal 13-14
5.Imam Ahmad juz 5 hal 447,448 &449
dan lain lain.1
Sungguh keliru orang yang mengatakan bahwa budak wanita itu adalah wanita ajam(non arab)dan ia menjawabnya hanya dengan mengisyaratkan jari tangan. Sebab hadist-hadist yang menyebutkan hal itu adalah dhoif.
Hadis yang mulia ini bagai petir yang menyambar di kepala dan telinga Ahlu Bid’ah dari kalangan Jahmiyah dan Mu’tazilah dan yang sefaham dengan mereka dari kaum yang menyandarkan aqidah mereka kepada Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al Asy’ary, yaitu mereka mempunyai I’tiqad: Allah berada di setiap tempat atau Allah berada dimana-mana!?. Maka katakanlah kepada mereka, jikalau demikian yakni Allah berada di setiap tempat, maka Allah berada di jalan jalan atau di pasar atau di tempat tempat yang kotor dan berada dibawah makhluknya!?.
Maka jawablah kepada mereka dengan Firman Allah ‘Azza wa Jalla:
“Maha Suci Engkau1 ini adalah satu dusta yang sangat besar” (An-Nur :16)
Berkata Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah di kitabnya Al ‘Uluw hal 81 yang di ringkas oleh Syeikh Al-Imam Muhammad Nashirudin Al Albani Rahimahullahu Ta’ala (Al-Mukhtasar Al-‘Uluw)setelah membawakan hadist diatas:
Demikianlah pemdapat kami bahwa setiap orang yang di Tanya dimanakah Allah? Dia segera menjawab dengan fitrahnya,”(Allah) diatas langit!” dan di dalam hadist ini ada dua masalah, yang pertama: Disyariatkan perkataan (pertanyaan) seorang muslim, “Dimanakah Allah?”, yang kedua jawaban orang yang ditanya, “(Allah)diatas langit!”, maka barang siapa yang mengingkari dua masalah diatas pada hakikatnya dia telah mengingkari Al Mushthafa (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa salam”
---------------------------------------------------------------------
1.(Dari takhrij diatas kita mengetahui alangkah dalamnya kebodohan Quraisy Shihab di dalam ilmu hadist-bahkan tafsir dan ketika dia mengatakan bahwa Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Salam tidak pernah bersabda seperti diatas!? Demikian dia muntahkan di kitabnya Membumikan Al-Quran!)
Ada sebagian kelompok yang menta’wil “ISTIWA/ISTAWA” yang artinya bersemayam, mengganti dengan “ISTAWLA”yang berarti berkuasa. Seperti halnya kaum Jahmiyah dan yang sefaham dengan mereka mengatakan,”Allah istawa di atas ‘Arsy itu maknanya, Allah menguasai ‘Arsy! Bukan Dzat Allah berada diatas langit yakni di atas ‘Arsy-Nya, karena Allah berada di mana-mana tempat”. Mereka ini telah merubah perkataan dari tempatnya dan mengganti perkataan yang tidak permah di katakn Allah kepada mereka sama dengan seperti kaum Yahudi.(baca: Al-Baqoroh :58&59)
Katakanlah kepada mereka: kalau makna istiwa/bersemayam itu istawla/berkuasa, maka Allah ‘Azza wa Jalla berkuasa atas segala sesuatu bukan hanya menguasai ‘Arsy. Ia menguasai langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya dan sekalian makhluk (selain Allah dinamakan makhluk).
Tidaklah di sebut Istawla (menguasai) kecuali bagi yang memiliki lawan, sementara tidak ada lawan bagi Allah ‘Azza wa Jalla.
Diriwayatkan dari Nafthawaihi aia berkata:Telah menceritakan kepada kami Dawud bin Ali, ia berkata:Suatu ketika kami bersama Ibnul A’raabi, tiba tiba datanglah seorang laki-laki menemuinya dan berkata:”Wahai Abu Abdullah apa makna firman Allah: (Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy.(Thoha:5)?, beliau menjawab: maknanya Allah bersemayam di atas ‘Arsy sebagaimana yang telah Dia kabarkan.
Lelaki ini bertanya lagi:”Wahai Abu Abdullah, makna sebenarnya adalah istawla(menguasai).”Beliau berkata: “Diamlah, tidaklah di sebut menguasai sesuatu melainkan pasti ada musuh atau lawan, jika lawan itu ditakhlukkan maka barulah di sebut istawla(menguasai).
Pada 6 tempat Allah berfirman dalam Al Qur’an, yaitu:
1.Surat Ar-Ra’ad: 2
2.Surat Yunus: 3
3.Surat Al-Hadid: 4
4.Surat As-Sajadah: 4
5.Surat Al-Furqan: 59
6.Surat Al-A’raf: 54
Menurut Lughah/bahasa, apabila fi’il istawaa dimuta’ddikan oleh ‘ala (ﻋﻠﻰ), tidak dapat di fahami kecuali berada di atasnya.
Berkata Mujahid (seorang Tabi’in besar murid Abdullah Ibn Abbas):
ﺍﺴﺗﻭﻯﻋﻠﻰﺍﻠﻌﺭﺶ
“Ia Istawa (bersemayam) diatas ‘Arsy,” , maknanya:
ﻋﻶﻋﻠﻰﺍﻠﻌﺭﺶ
"Ia berada tinggi di atas 'Arsy.
(Riwayat Imam Bukhari di shahihnya juz 8 hal 175)
Allah Jalla wa ‘Alla telah menegaskan pada enam tempat di kitabNya yang mulia bahwa Ia Istiwa di atas ‘Arsy-Nya (Dzat Allah istiwa/bersemayam diatas ‘Arsy-Nya yang sesuai dengan kebesaranNya sedangkan ilmuNya berada dimana-mana/setiap tempat tidak satupun tersembunyi dari pengetahuanNya). Kemudian datanglah kaum Jahmiyah mengubah firman Allah istawa dengan istawla yakni menguasai ‘Arsy sedangkan Dzat Allah berada dimana-mana/setiap tempat. Maha Suci Allah dari apa yang di sifatkan kaum Jahmiyah!.
Adapun Ulama-ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah telah berfirman dengan menetapkan/istbat sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla istiwa bukan istawla diatas ‘Arsy-Nya tanpa:
1.Tahrif (ﺗﺤﺭﻴﻒ) yakni:merubah lafadz atau artinya.
2.Ta’wil (ﺗﺄﻭﻴﻞ) yakni:memalingkan dari arti yang dzahir kepada arti yang lain
3.Ta’til (ﺗﻌﻃﻴﻞ) yakni:meniadakan/menghilangkan sifat-sifat Allah baik sebagian maupun secara keseluruhan
4.Tasybih (ﺗﺸﺑﻴﻪ) yakni:menyerupakan Allah dengan makhluk
5.Takyif (ﺗﻛﻴﻒ) yakni:bertanya dengan pertanyaan: bagaimana caranya?
Alangkah bagusnya jawaban Imam Malik Rahimahullah ketika beliau ditanya ”Bagaimanakah caranya Allah beristiwaa diatas ‘Arsy?”
Beliau menjawab:
“Istiwa itu bukanlah sesuatu yang tidak dikenal (yakni telah kita maklumi artinya), tetapi bagaimana caranya (Allah istiwa) tidaklah dapat di mengerti, sedangkan iman dengannya (bahwa Allah Istiwa) adalah wajib, akan tetapi bertanya tentangnya (bagaimanakah caranya) adalah bid’ah”.(baca Fatawa Hamawiyyah Kubra hal:45-46)
Perhatian!!!
1.‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling tinggi berada di atas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana di terangkan oleh Abdullah ibn Abbas:
“Dan ‘Arsy tidak seorangpun dapat mengukur berapa besarnya”
(berkata Imam Adz-Dzahabi di kitabnya Al-‘Uluw (hal 102), rawi-rawinya tsiqaat). Syeikh Al-Imam Muhammad Nashirudin Al Albani mengatakan bahwa sanadnya shahih rawi-rawinya semua tsiqaat. (di keluarkan oleh Imam Ibn Khuzaimah di kitabnya At Tauhid).
2.Abdullah Ibn Mas’ud berkata:
“’Arsy itu diatas air dan Allah ‘Azza wa Jalla di atas ‘Arsy. Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”.
(Riwayat shahih di keluarkan oleh Imam Ath Thabrani di kitabnya Al Mu’jam Kabir no 8987 dan Imam-imam yang lainnya)
3.Telah berkata Imam Abu Hanifah:
“Barang siapa yang mengingkari sesungguhnya Allah berada diatas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir”.
Adapun terhadap orang yang tawaqquf (diam) dengan mengatakan, aku tidak tahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi.”berkata Imam Abu Hanifah, “Sesungguhnya dia telah kafir karena Allah Allah telah berfirman: Ar Rahman diatas ‘Arsy Ia istawa. Yakni: Abu Hanifah telah mengkafirkan orang yang mengingkari atau tidak tahu bahwa Allah Istiwaa di atas ‘Arsy-Nya.
4.Telah berkata Imam Malik ibn Anas:
“Allah berada diatas langit sedangkan ilmunya di setiap tempat, tidak tersembunyi sesuatupun dariNya”
5.Telah berkata Imam Syafi’iy:
“Dan sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy-Nya di atas langitNya”
6.Imam Ahmad bin Hambal pernah di tanya, “Allah diatas tujuh langit diatas ‘ArsyNya sedangkan kekuasaanNya dan IlmuNya berada di setiap tempat?”jawab beliau: “Benar! Allah diatas ‘ArsyNya dan tidak sesuatupun tersembunyi dari pengetahuanNya.”
Kesimpulan!!!
1.Sesungguhnya bertanya dengan pertanyaan, “Dimana Allah?” disyariatkan dan penanya telah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
2.Wajib menjawab, “Sesungguhnya Allah diatas langit atau diatas ‘Arsy”. Karena yang dimaksud diatas langit adalah diatas ‘Arsy. Jawaban ini membuktikan keimanannya sebagai mu’min atau mu’minah sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam telah menyatakan keimanan budak perempuan karena menjawab “Allah ada di atas langit”
3.Wajib mengi’tiqodkan sesungguhnya Allah di atas langit yakni diatas ‘Arsy
4.Barang siapa yang mengingkari wujud Allah di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir
5.Barang siapa yang tidak membolehkan bertanya, “Dimanakah Allah?”, maka sesungguhnya ia telah menjadikan dirinya lebih pandai dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
6.Barang siapa yang tidak menjawab, sesungguhnya Allah di atas langit, maka bukanlah ia seorang mu’min atau mu’minah
7.Barang siapa yang mempunyai I’tiqad bahwa bertanya “Dimana Allah?” akan menyerupakan Allah dengan makhluk maka sesungguhnya ia telah menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam itu jahil/bodoh. Na’udzu billah!
8.Barang siapa yang mempunyai I’tiqad bahwa Allah berada dimana-mana, seperti yang telah banyak beredar bahwa “Allah ada di mana-mana”, maka sesungguhnya ia telah kafir
9.Barang siapa yang tidak mengetahui dimana Tuhannya, maka bukanlah ia penyembah Allah ‘Azza wa Jalla, tetapi ia menyembah kepada “sesuatu yang tidak ada”
10.Ketahuilah! bahwa beriman sesungguhnya Allah Jalla wa ‘Alla di atas langit yakni di atas ‘Arsy-Nya di atas sekalian makhlukNya, telah di setujui dengan dalil naqli dan aqli serta fitrah manusia.
Adapun dalil naqli, telah datang berpuluh-puluh ayat Al Quran dan Hadist-hadist yang mencapai derajad yang muttawatir. Demikian juga keterangan imam-imam dan ulama-ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah bahkan telah terjadi ijma’ diantara mereka kecuali kaum Ahlu Bid’ah. Sedangkan dalil Aqli yang sederhana pun akan menolak jika di katakan bahwa Allah berada di segala tempat/Allah ada dimana-mana!.
Kasih Sayang Sesama Muslim
Oleh Abul ‘Aliyyah
Kasih sayang termasuk kebutuhan mendasar bagi manusia. Kata sayang yang bahasa arabnya adalah ﺍﻟﻧﺳﻥ , menunjukkan adalah karena semua insane pasti membutuhkan kasih sayang. Dapat dibayangkan bila kasih sayang tercabut dari perasaan manusia, maka pastilh manusia tersebut tidak berbeda dengan binatang, atau bahkan lebih buruk, kerena binatang-pun memiliki perasaan ini.
Islam menjadi penyempurna bagi seluruh dien di bumi ﺍﷲ ﺠﻼ ﻮﻋﻞ , oleh karena itu Islam sangat perduli bahkan syariat Islam sendiri didalamnya terdapat kasih sayang, karena Islam diturunkan sebagai rahmat bagi dunia dengan diutusnya Nabi Muhammad ﺼﻼﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻮﺳﻟﻢ sebagai rahmat bagi seluruh alam, seperti firman ﺍﷲ ﺠﻼ ﻮﻋﻞ dalam Quran Surat Al-Anbiya:107
ﻭﻤﺎ ﺍﺭﺳﻟﻧﻚ ﺍﻻ ﺭﺣﻤﺔ ﻟﻟﻌﻟﻤﻳﻥ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untk menjadi rahmat bagi semesta alam"
Islam sebagai rahmat bagi dunia, artinya adalah dimanapun dan kapanpun Islam pasti mewarnai segala sesuatunya dengan sentuhan kasih. Tentunya kita dapat mengaca pada kehidupan Rasulullah ﺼﻼﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻮﺳﻟﻢ dan para shahabatnya sebagai bentuk amaliyyah nyata dari kasih sayang Islam. Begitu banyak hadist-hadist tentang menebar kasih sayang terhadap sesama manusia diantaranya adalah
ﺍﻟﺭﺍﺣﻤﻮﻥ ﻳﺭﺣﻤﻬﻡ ﺍﻟﺭﺣﻤﻥ ﺍﻟﺭﺣﻤﻮﺍ ﻤﻥ ﻔﻲ ﺍﻷﺭﺾ ﻳﺭﺣﻤﻜﻡ ﻤﻥ ﻔﻲ ﺍﻟﺳﻤﺎﺀ
“Orang-orang yang pengasih itu dikasihi oleh Dzat Yang Maha Pengasih , sayangilah makhluk yang ada diatas bumi, niscaya kalian akan disayang oleh Dzat yang berada diatas langit” (Diriwayatkan oleh Imam Al-Humadi dalam Musnanya 591, Imam Bukhari dalam At-Tarikh 9/64, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf 25335, Imam Ahmad dalam Musnadnya 2/60, dan kitab ulama lainnya)
kemudian syahid yang lainya termaktub diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd 2/107, Imam Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Al-Jahmiyyah 74 dan Radd ‘ala Bisyr Al-Mirrisy hal 103, dan lainnya dari Shahabiyyun Jalil Abdullah Ibnu Mas’ud, secara marfu’ (sampai kepada Nabi) dengan lafadz:
ﺍﻟﺭﺣﻡ ﻤﻥ ﻔﻲ ﺍﻷﺭﺾ ﻳﺭﺣﻡ ﻚ ﻤﻥ ﻔﻲ ﺍﻟﺳﻤﺎﺀ
“Kasihilah makhluk yang diatas bumi, niscaya engkau akan dikasihi oleh Dzat yang ada diatas langit”.
Kemudian saya hadirkan disini hadist yang serupa dalam kitab mahsyur dikalangan ahlul hadist, yaitu Shahih Al-Adabul Al-Mufrad Lil Imam Bukhari fii Syarhu Lil Syaikhul Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullahu Ta’ala, yang diriwayatkan oleh salah seorang Shahabiyyun yang terbanyak meriwayatkan perkataan dari Rasulullah ﺼﻼﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻮﺳﻟﻢ
ﻮﺍﻠﺬﻱ ﻧﻔﺳﻲ ﺒﻳﺪﻩ ﻻ ﺗﺪﺧﻞ ﺍﻠﺠﻧﺔ ﺣﺗﻲ ﺗﺳﻠﻤﻭ ,ﻭﻻ ﺗﺳﻠﻤﻭﺍ ﺣﺗﻲ ﺗﺣﺎﺒﻭﺍ ﻭﺍﻔﺷﻭﺍ ﺍﺳﻼﻢ ﺗﺣﺎﺒﻭﺍ ﻭﺇﻳﺎﻜﻢ ﻭﺍﻠﺒﻐﻀﺔ ﻔﺎﻧﻬﺎ ﻫﻲ ﺍﻠﺧﺎﻠﻗﺔ ,ﻻﺃﻗﻭﻞ ﻠﻜﻢ ﺗﺤﻠﻖ ﺍﻠﺷﻌﺮ ﻭﻞ ﻜﻦ ﺗﺤﻠﻖ ﺍﻠﺬﻴﻦ
“Demi Dzat yang jiwa ragaku berada dalam Kekuasaan-Nya! Engkau tidak akan masuk surga sehingga kamu masuk Islam, kamu tidak akan masuk Islam sehingga kamu saling mencintai, sebarluaskan salam, niscaya kamu saling mencintai, dan jauhilah kebencian, karena ia yang mencukur. Saya berkata kepadamu, “mencukur rambut”, tetapi (kebencian itu) mencukur agama.
Hasan Lighairihi, didalam At’Ta’liqu Ar-Raghibu (3/226). Muslim, Kitabul Iman, 22- Bab Bayanun Annahu la yadkhulul jannata illal Mukmimun, hadist 93 sampai ucapannya, Afsyus-salama bainakum, wa ba’dahu (sesudahnya) tidak sedikitpun terdapat didalam Kutubus-Sittah.
Telah sempurnanya Islam, dan tidak perlu ditambah atau dikurangi hatta sedikitpun oleh campur tangan manusia, ataupun makhluk yang lainnya. Kasih sayang dalam Islam selain pada sesama muslim juga terdapat pada binatang. Rasulullahﺼﻼﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻮﺳﻟﻢ bersabda “Jika kalian membunuh, bunuhlah dengan baik, jika kalian menyembelih dilakukan dengan bagus. Hendaklah salah seorang dari kalian tajakan pisaunya dan buatlah sembelihannya tidak merasa sakit” (HR.Muslim). Dan dalam sabda dari beliau pula mengancam orang yang tidak mengasihi binatang. Sabdanya, “
FAWA’ID HADIST
Begitu banyak hadist-hadist yang berkaitan dengan menebar kasih sayang sesama muslim, terutama seperti didalam kitab tersendiri oleh Dr Yahya bin Abdillah Al-Bakri yaitu Nafhah Al-Illahiyyah fi Syarh Al-Mursalsal bil Awaliyyah mengemukakan 40 faedah, diantaranya:
1. Anjuran untuk saling mengasihi diantara umat Islam, sebab hal itu merupakan cirri khas Nabi ﺼﻼﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻮﺳﻟﻢ dan para pengikutnya
ﻣﺤﻣﺪ ﺮﺴﻞﺍﷲ ,ﻮﺍﻠﺬ ﻴﻦ ﻣﻌﻪ ﺍﺷﺪﺍﺀ ﻋﻟﻰ ﺍﻠﻜﻔﺎﺮ ﺮﺤﻣﺎﺀ ﺑﻴﻧﻬﻡ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka” (Q.S Al-Fath:29)
Anjuran ini adalah untuk umat Islam secara umum, maka secara khusus tentunya lebih ditekankan kepada orang-oarang yang dikaruniai Allah Ilmu, dari para ustadz dan para penuntut ilmu. Sungguh merupakan hal yang menyedihkan banyak dari para pemuda saling memakan antar manusia, padahal bagi mereka adalah saling menlengkapi, menyayangi dan menasehati dengan cara yang baik.
2. Perintah “mengasihi” ini adalah umum, mencakup seluruh manusia, bahkan binatang juga.
3. Anjuran untuk membantu orang yang dilanda kesusahan, memaafkan kesalahan, berbuat baik tatkala menyembelih binatang dengan menajamkan pisaaunya menyingkirkan segala bentuk gangguan, menambung tali kerabat, dan yang lainnya adalah termasuk mengasihi makhluk yang diperintahkan oleh Islam.
4. Kasih sayang yang dimaksud dalam hadist-hadist diatas harus sesuai dengan Quran dan Sunnah, bukan sesuai dengan hawa nafsu manusia.
5. Termasuk nama Allah adalah “Ar-Rahman” (Maha Pengasih), yang telah banyak terdapat dalam ayat-Nya
ﺍﻟﺭﺣﻣﻦﺍﻟﺭﺣﻳﻢ
“Dialah Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
6. Dianjurkan bagi orang yang menganjurkan kebaikan kepada yang lain agar menyampaikan faedah dan hikmah dari amal kebajikan tersebut sebegai penyemangat.
7. Hendaklah seorang Da’I untuk mengajarkan kepada orang lain, kerena hal itu lebih menancapkan dan lebih berfaedah. Oleh karenanya, apabila kita perhatikan sifat nabi kita yang memerintahkan umatnya untuk saling mengasihi, niscaya kita akan dapati bahwa beliau sangat pengasih terhadap semuanya.
ﻭﻤﺎﺍﺭﺳﻟﻧﻚﺍﻻﺭﺣﻤﺔﻟﻟﻌﻟﻤﻳﻥ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam"(Q.S Al-Anbiya:107).
Waallahu ‘Alam
Ma’araji:
Gie..
Kepada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Makkah,
Kepada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Piasa,
Tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu oh sayangku..
Bicara tentang anjing-anjing kita yang kecil dan lucu,
Atau tukang bunga yang menghabiskan waktunya di tengah kegalauan
Kepada serdadu-serdadu amerika yang terkena bom di danau,
Kepada bayi-bayi yang mati lapar di beograd,
Tapi aku ingin mati disisimu oh manisku..
Setelah bosan hidup dan terus bertanya tentang tujuan hidup yang tak satupun tahu,
Aku disini sayang...
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku,..
Tegakkanlah ke langit luas atau awan yang mendung,
Kita tak pernah menanankan apa-apa,
Kita tak pernah kehilangan apa-apa,
Nasib terbaik adalah tidak pernah di lahirkan,
Yang kedua, di lahirkan tapi mati muda.
Dan yang tersial adalah berumur tua,
Berbahagialah mereka yang mati muda,
Makhluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada,
Berbahagialah dalam ketiadaanmu....
Akhirnya semua tiba pada suatu hari yang biasa,
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui,
Apakah kau masih selembut dahulu?
Memintaku meminum susu dan tidur yang lelap sambil membenamkan
Mata ke laher kemejaku
Kabut tipispun turun pelan-pelan dilembah pasir,
Kau dan aku tegap berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram,
Meresapi belaian angin dingin.
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu,
Ketika ku dekap, kau dekap lebih mesra, lebih dekap,
Apakah kau masih berkata “Ku dengar detak jantungmu”
Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta
Haripun menjadi malam, ku lihat semuanya menjadi buram,
Wajah-wajah yang tidak kita kanal berbicara dalam
Bahasa yang tidak kita kenal
Seperti kabut pagi itu!
Kepada Allah lah ku bermunajat atas segala kesalahan yang telah aku lakukan, segala dosa yang telah ku perbuat, dan segala kemaksiatan yang telah ku lalaikan.
UntukMu, Hidup dan matiku...
Ingin rasanya ku mati tatkala ku bahagia bersama istri dan anakku kelak yang akan menjadi keluargaku nanti, insya allah..
Dan ingin rasanya ku berlepas diri dari segala macam kedzoliman yang ada di sekelilingku, dan lari hingga tak bertemu lagi..
Serta kepada Asma' Nur Afifah Az Zahra untukmu aku menunggumu yang kelak akan selalu temaniku dalam hidupku dan matiku di sana..Di SyurgaMu..Amin.....